SIAPAKAH YANG KITA JADIKAN SEBAGAI GEMBALA KITA YANG “SESUNGGUHNYA” ?
(Mazmur 23)
Pdt. Char Ley Bun
Di Gelanggang Olah Raga Barombong, Makassar terdapat kawanan sapi yang setiap pagi merumput. Itu yang saya lihat beberapa waktu terakhir ketika melakukan olah raga di sana sambil menikmati udara pagi dan matahari pagi. Adalah hal yang baik untuk menjaga tubuh agar tetap bugar dan sehat serta menjaga kesehatan di masa pandemic ini, kita melakukan disiplin berolah raga di pagi hari. Segarnya udara pagi dan sinar matahari pagi dapat merenggangkan otot-otot syaraf yang tegang serta menyejukkan hati.
Ada satu hal yang unik setiap kali saya melihat kepada kawanan sapi itu, yaitu saya tidak pernah sekalipun menjumpai bapak gembala yang memimpin kelompok sapi ini. Namun yang menarik adalah ada satu ekor sapi yang lebih besar yang selalu menjaga apabila terdapat satu dari kawanan itu keluar dari kelompoknya, maka sapi yang membesar itulah yang menuntun sapi masuk kembali ke kelompoknya.
Dari sana saya menarik sebuah pemahaman bahwa ternyata sapi yang lebih besar bisa memimpin sapi-sapi lainnya, walau pun kemampuan nya tidak sebanding dengan seorang gembala yang terampil dan mampu membawa kawanan nya ke rumput yang segar beserta air yang jernih.
Saya merenung kepada kehidupan keseharian kita, siapakah yang secara alami menjadi gembala dalam hidup kita ? Ketika kita mengalami sakit penyakit, kesulitan pekerjaan atau ekonomi siapakah atau apakah yang secara alami yang kita andalkan untuk menuntun dan memimpin kita. Apakah itu langsung bergantung kepada pengalaman hidup kita ? Apakah itu suami atau istri kita ? Rekan atau sahabat? Senior atau siapa? Apakah itu Tuhan yang tidak kelihatan yang lebih sulit untuk dirasakan kehadiranNya ?
Saudara terkasih, Pemazmur juga mengalami suka duka dalam perjalanan hidupnya. Dalam menghadapi berbagai kesulitan, secara otomatis dan alami Pemazmur langsung berseru bahwa Tuhan adalah gembalaku. Dan memang ketika kita memperhatikan dengan lebih baik ialah menjadikan Tuhan sebagai gembalanya itu adalah rancangan Tuhan sendiri. Tuhan rindu untuk memperhatikan, memelihara, serta menggembalakan kehidupan bahkan menggembalakan jiwa kita dalam hidup di dunia ini. Oleh sebab itu jangan kita takut atau kuatir akan hidupmu. Tuhan sendiri rindu untuk mempedulikan hidup kita sebagaimana seorang ayah mempedulikan anak-anaknya. Sebagaimana kasih seorang gembala terhadap domba-dombanya, Allah ingin mengasihi, memelihara, melindungi, membimbing, dan dekat dengan kita. Sebagai orang-orang percaya kita adalah domba-domba Tuhan. Kita adalah milikNya dan menjadi sasaran khusus kasih sayang dan perhatianNya. Tuhan sendiri adalah gembala yang rela mati bagi domba-dombaNya. Dia mati di kayu salib dengan darahNya yang tercurah untuk menebus kita dari tawanan dosa dan kematian kekal. Dia mengenal suara kita. Adakah kita juga mengenal suaraNya ? Ia mencari dan menyelamatkan kita. Adakah hidup kita juga mencari dan mau taat kepadaNya ?
Sebagai kawanan domba Tuhan, maka Pemazmur berkata saya takkan hidup kekurangan. Bisa kita pahami kita tidak akan kekurangan apapun yang diperlukan untuk menjalankan kehendak Allah dalam kehidupan kita. Selain dari pada hidup tidak kekurangan materi dan kebutuhan hidup, kita diberikan kelimpahan anugerah untuk hidup menjalankan kehendak dan rancangan indahNya dalam kehidupan kita. Dan kita akan selalu puas hidup dalam pemeliharaanNya di setiap langkah dan kesulitan kita, karena kita sudah menjalani hidup dengan mengandalkan Tuhan.
Pemazmur bahkan berkata oleh karena kedekatannya dengan Gembala Agungnya itu, ia dapat membaringkan diri dengan tenang, bebas dari segala ketakutan. Ada Roh Penghibur, Roh Penolong yang selalu memperhatikannya dan menyertainya. Bahkan ia dapat bangkit kembali dengan tubuh dan jiwa yang segar. Ia menyegarkan jiwaku dan membimbing ku pada jalan yang benar, yang sesuai dengan jalan kekudusanNya. Suaranya lembut dan dikenal baik, tidak menakutkan dan tidak asing baginya. Dalam setiap situasi kehidupan, Ia menyertai. Ada gada yang menjadi lambang pertahanan atau disiplin yang melambangkan kekuatan, kuasa, dan wibawa Allah, serta tongkat yang dipakai untuk mendekatkan nya kembali kepada sang gembala. Ia selalu menuntun hidupku kepada yang benar dan kasih serta bimbinganNya itu menyertai hidup kita. Tuhan bahkan sebagai gembala yang menyediakan hidangan bagi kita, mengenyangkan jiwa kita dan memberikan piala yang penuh melimpah. Penafsiran Alkitab piala mengacu kepada piala seorang gembala yang merupakan sebuah batu besar yang dilubangi dan dapat diisi 150-188 liter dan menjadi tempat minum domba-domba. Dengan sang Gembala menemaninya, pemazmur memperoleh pertolongan, kemurahan, dan dukungan. Dan pada akhirnya, kita akan bersama Tuhan selama-lamanya, memandang indah wajahNya, dan melayani Nya di sepanjang masa di rumahNya yang kekal dan mulia.
Sudahkah saudara dan saya memilih gembala yang tepat dalam hidup kita ?