Meratap dengan Harapan

21
Feb

Meratap dengan Harapan

Ev. Ellen Ng

Ratapan 3:19-26
19) “Ingatlah akan sengsaraku dan pengembaraanku, akan ipuh dan racun itu.”
20) Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan dalam diriku.
21) Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap:
22) Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya,
23) selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!
24) “TUHAN adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.
25) TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia.
26) Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN.

Pada hari Valentine tahun 1884, Theodore Roosevelt kehilangan cahaya hidupnya: istri tercintanya, Alice. Kehilangan itu mengejutkan dan melahirkan luka yang tak terobati dalam hatinya. Sejak saat itu, namanya tidak pernah lagi terucap dari bibirnya, tetapi kenangan tentang Alice merayap diam-diam di setiap sudut keluarga Roosevelt. Anak perempuan yang baru lahir, diberi nama yang sama, Alice, menjadi bayangan hidup dari ibunya yang telah pergi. Namun, meskipun hari itu adalah hari Valentine, hari yang seharusnya dirayakan oleh orang-orang yang mencintai, keluarga Roosevelt lebih memilih untuk membiarkannya berlalu tanpa sorakan atau perayaan ulang tahun Alice, putri Roosevelt. Dalam kesunyian yang menyelimuti, hati yang terluka terus berjuang untuk menemukan semangat dan sukacita yang pernah ada.

Terkadang dalam hidup, kita mengalami kehilangan yang begitu mendalam sehingga rasanya tidak mungkin untuk melanjutkan. Seperti Yeremia yang meratap atas kehancuran Yerusalem dan Theodore Roosevelt yang kehilangan istri tercintanya, kita juga mungkin merasa terhimpit oleh kesedihan yang begitu besar sehingga sulit untuk menemukan harapan.

Namun, melalui belajar meratap, kita dapat menemukan jalan menuju pemulihan. Yeremia mengajarkan kepada kita bahwa meratap bukanlah tanda kelemahan, tetapi merupakan langkah pertama menuju penyembuhan. Ia menghadapi dukacita dengan berdoa dan membiarkan air matanya mengalir, sehingga memungkinkannya untuk melihat rahmat dan kasih setia Tuhan bahkan di tengah kesedihan terdalam.
Penting untuk diingat bahwa meskipun terkadang hidup terasa penuh dengan kegelapan, ada cahaya yang selalu bersinar. Seperti yang dikatakan oleh Theodore Roosevelt, kehancuran hati tidak boleh membuat kita menutup diri dari kasih dan sukacita yang masih ada di sekitar kita.
Jadi, mari kita belajar untuk meratap dengan harapan, karena dalam ratapan kita akan menemukan jalan menuju syukur dan pemulihan. Seperti yang diungkapkan dalam ayat Ratapan 3:22-23, “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu.”

Dengan mengubur perasaan, kita tidak akan menemukan obat bagi hati yang terluka, tetapi dengan meratap dengan doa, kita akan menemukan penghiburan dan kekuatan yang kita butuhkan. Meskipun perjalanan kita mungkin penuh dengan kesedihan, mari kita belajar untuk meratap dengan harapan, karena dalam setiap ratapan selalu tersedia kasih dan penghiburan yang sejati dari Allah kita.