Hati-hati Jaga Hati

16
Jun

“Hati-hati Jaga Hati”
Matius 5:8 – Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

Ajaran Tuhan Yesus mengenai kesucian hati ini dilatar-belakangi oleh kondisi kerohanian orang-orang Yahudi pada masa itu sedang tidak baik-baik saja. Mereka cenderung terpaku pada berbagai macam aturan hukum taurat, tetapi tidak memiliki hubungan yang dekat dan benar dengan Allah. Relasi mereka dengan Allah bersifat legalistik, atau hanya sekedar mengikuti aturan, karena takut dihukum atau takut dinilai buruk oleh orang lain. Mereka taat kepada Tuhan dan taurat hanya sekedar karena ritual dan tradisi, bukan karena mengasihi Allah dan sesama.

Tuhan Yesus sangat menentang perilaku hati seperti ini, sehingga Ia telah berulang kali menegur kesalahan ini. Dia menegur golongan Farisi yang menjadikan tradisi manusia sebagai pengganti firman Allah, seperti kisah di Matius 15:1-6, mereka menegur Yesus karena murid2-Nya melanggar hukum taurat dengan makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Mereka lebih menekankan ritual yang eksternal daripada kesucian internal (Mat 15:7-9).

Di lain waktu mereka juga menegur Yesus karena murid-murid-Nya memetik gandum di hari Sabat oleh karena mereka sedang lapar. Mereka juga pernah protes kepada Yesus, mengapa melakukan mujizat dan menolong orang lain di hari Sabat, dan masih banyak lagi.

Hal-hal inilah yang ditentang oleh Yesus. Yesus melihat ada kesalahan fatal di dalam hati mereka, sehingga muncullah berbagai hal yang tidak benar dan jahat. Seperti ada firman yang berkata karena segala macam kejahatan justru bermula dari hati. Golongan-golongan ini mementingkan reputasi daripada karakter. Mereka lebih memusingkan penampilan luar. Apa yang ada dalam hati mereka justru kekotoran dan kebusukan. Sekali lagi ini sebuah kesalahan besar. Allah tidak pernah terkesan dengan penampilan. Ia melihat ke dalam hati manusia.

Inilah yang kemudian membuat Yesus perlu mengajarkan para pengikut-Nya. Sebagai kontras dengan mayoritas bangsa Yahudi yang hatinya telah melenceng, warga kerajaan Allah dituntut untuk mempunyai kesucian hati (5:8). Hal ini tidak berarti bahwa kesalehan di luar tidak penting. Sama seperti tindakan benar dimulai dari hasrat yang kuat terhadap kebenaran (lapar dan haus kebenaran), demikian pula kesucian ritual dan tindakan harus dimulai dari kesucian hati. Jadi, poin yang hendak ditekankan Yesus adalah sumbernya. Penampilan luar yang baik tetapi tidak disertai dengan kebaikan dari dalam adalah kemunafikan. Tetapi kebaikan yang ada di dalam hati namun tidak terpancar keluar sama dengan membohongi diri sendiri. Yang di dalam pasti keluar. Yang di luar belum tentu berasal dari dalam.

Pengajaran Yesus kepada orang banyak ini juga ditujukan kepada umat-Nya dari masa ke masa. Yesus memanggil kita untuk baik-baik melihat ke dalam hati kita. Bagaimanakah hati kita selama ini sebagai orang percaya? Apakah kita selama ini telah berjuang menjaga kebersihan dan kesucian hati kita sesuai firman Tuhan? Ataukah selama ini kita hidup dengan semau-maunya? Orang lain mungkin melihat kita rajin datang ibadah, kita mungkin dikenal orang sebagai pelayan Tuhan, tetapi jika Allah mengecek hati kita, apakah Ia akan menemukan hati yang suci disana?

Mari jaga hati kita tetap bersih, tetap suci di hadapan-Nya. Bersandarlah senantiasa pada anugrah dan pertolongan Tuhan serta yakinlah bersama dengan-Nya kita akan dimampukan menjaga kesucian hati kita, amin.