Wahyu 19:6-8; 21:9
Pendahuluan
Ada sebuah kisah seorang pemuda yg baik berkomitmen maju untuk menikah. Dia mulai mencari calon pasangan perempuan. Syarat satu-satunya adalah agar dia seorang wanita yang punya komitmen, berakhlak, dan beriman. Setelah melalui pencarian, kini dia telah menemukan gadis tersebut, sebagaimana ciri-ciri yang diinginkan. Setelah melamar, ia telah bersiap-siap untuk menikah, tiba-tiba calon mempelai perempuan menolak dan mengatakan bahwa dia tidak ingin menikah. Keluarganya terheran melihat keputusannya yang mengagetkan, dia sebelumnya memberikan kesanggupan. Pemuda itu meminta sang gadis untuk menjelaskan alasan penolakannya, namun justru ia membawakan alasan-alasan yang lemah. Setelah itu, perkaranya ditangani oleh ibunya yang merasa sangat sedih dengan keputusan ini. Terlebih, pemuda itu terkenal dengan bagus akhlak dan budi pekertinya.
Setelah sang ibu mendesaknya, dia (calon mempelai perempuan tersebut) berkata kepada ibunya, “Sesungguhnya kalau Allah mengampuni dosa-dosaku. Di hadapan desakan sang ibu yang sangat bingung dengan perkara itu, dia berterus terang kepada sang ibu bahwa dirinya telah kehilangan kehormatannya, namun dia telah bertobat terhadap Tuhan, dan sekaligus sebab penolakannya untuk menikah. Ia meminta ibunya agar merahasiakan perkara itu, dan bahwa ia akan menebus sebab kesalahannya. Ibunya memikirkan perkara itu dan berkata, “Putriku! Selama kamu telah bertobat kepada Allah, sedang Allah menerima pertobatan hamba-hamba-Nya dan mengampuni dosa-dosanya, maka biarkan aku meminta pendapat pemuda itu, barangkali ia akan menerima atau menutupinya…”
Setelah melalui musyawarah dan diskusi yang panjang, gadis itu pun menerima usulan ibunya. Sang ibu pun pergi, tidak tahu entah bagaimana akan membuka berita buruk ini kepada sang calon pengantin laki-laki. Setelah sempat bimbang, tidak lama kemudian ia meminta supaya pemuda itu menemuinya. Ketika pemuda itu datang, ibu gadis membuka permasalahan itu kepadanya dan meminta pendapatnya. Ia menceritakan bahwa putrinya telah bertobat kepada Allah. Singkat cerita, pemuda itu berpikir sejenak, kemudian berkata kepadanya, “Saya sepakat untuk menikah dengannya selama ia telah bertaubat dan kembali kepada Allah. ” Wajah sang ibu itu berseri mendengar berita gembira ini dan segera pergi menemui putrinya dengan penuh sukacita, dan dalam waktu yang bersamaan ia merasa takjub dengan sikap ksatria dan keputusan baik pemuda itu, lalu memberitahukan kabar gembira itu kepada putrinya. Singkat cerita pernikahan pun terlaksana.
Bagian pasal dan ayat-ayat Firman Tuhan yg telah kita baca menggambarkan jemaat sebagai mempelai wanita dan Kristus sebagai mempelai laki-laki yg telah rela berkorban demi mencintai jemaatNya. Bagaimana respon kita sebagai mempelai wanita terhadap mempelai laki-laki dalam rangka untuk menantikan pesta pernikahan Kristus di Yerusalem baru ?
Menjaga Kesucian Hidup (1Tes. 5:23; 2Kor.11:2)
Rasul Paulus berkata di 2 Korintus 11:2b ,’…karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus.’
Ini berarti bahwa semua jemaat tebusan Kristus itu, atau gereja-Nya, adalah tunangan, atau calon-calon mempelai Kristus. Mereka yang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya, berarti sudah lahir baru, semuanya sudah berstatus sebagai tunangan Kristus, untuk membawa kamu sebagai perawan suci – kata Paulus, akan menjadi mempelai Kristus. Dalam masa tunangan inilah jemaat Tuhan, gereja Tuhan, harus mempersiapkan diri untuk hari kemuliaan itu. Kita semua, baik pria maupun wanita, mengerti apa arti ungkapan ‘sebagai perawan suci’ dalam persiapan pernikahan itu. Mempelai pria menghendaki mempelai wanitanya sebagai perawan suci dan mempelai wanitapun menghendaki dirinya sebagai perawan suci bagi suaminya. Perawan yang hidup dalam kekudusan.
Bagaimana perasaan mempelai laki-laki jika ia mendapati mempelai wanitanya ternyata sudah tidak suci atau tidak perawan lagi? Tentunya ia akan kecewa, cemburu dan marah. Artinya mempelai wanita itu tidak bisa menjaga diri dan telah gagal mempertahankan kesucian hidupnya.
Mempertahankan kesucian hidup di tengah dunia yg dipenuhi kecemaran bukanlah perkara mudah. Godaan-godaan dunia yang menawarkan kenikmatan sesaat, menyilaukan mata, dan menjanjikan materi yg melimpah membuat pertahanan iman orang percaya menjadi runtuh.
Suatu hari seorang ayah yg penuh kasih yg mempunyai seorang anak perempuan yg bertunangan dan akan menikah. Ia merasa bahwa ia berhak dan berkewajiban untuk menjaga kesucian anak perempuannya, sehingga ia dapat menyerahkannya kepada suaminya dengan sukacita, bukan dengan kesedihan. Paulus memandang jemaat lokal sebagai seorang pengantin perempuan yg telah bertunangan dan akan menikah dengan Yesus Kristus (Ef.5:22;Rm.7:4). Perkawinan itu tidak akan terjadi sebelum Yesus Kristus datang untuk menjemput mempelaiNya (Wahyu 19:1-9). Sementara ini, orang Kristen secara perseorangan harus menjaga kesucian hidupnya untuk mempersiapkan diri bertemu dengan mempelai laki-laki yaitu Kristus.
Dalam masa-masa penantian jelang kedatangan Tuhan ini kita harus membentengi diri dengan perisai iman dan pedang Roh yaitu Firman Tuhan, supaya kita mampu bertahan di tengah godaan dunia ini. Rasul Yohanes menggambarkan sang mempelai wanita “… memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!” (Wahyu 19:8). Lenan halus melambangkan perbuatan-perbuatan kebenaran, artinya tidak sekedar cantik fisik tetapi harus hidup berkenan kepada Tuhan. Karena itu, penulis surat Ibrani 12:14 berkata“…kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.” Bagaimana respon kita sebagai mempelai wanita terhadap mempelai laki-laki dalam rangka untuk menantikan pesta pernikahan Kristus di Yerusalem baru ?
Menjaga Kesetiaan (2Kor.11:3)
Apakah bahaya yang mengancam seorang yang sudah bertunangan? Bahaya yang mengancam seorang yg sudah bertunangan adalah ketidaksetiaan kepada tunangannya. Perempuan yang bertunangan harus memberikan kasih dan kesetiaannya hanya kepada satu orang saja tunangannya. Bila ia memberikan dirinya kepada pria lain, ia bersalah karena tidak setia. Kata yang diterjemahkan kesetiaan dalam 2 Korintus 11:3 berarti “kesetiaan yang tulus kepada satu orang saja.” Hati yang bercabang membawa kepada kehidupan yang cemar dan hubungan yang merusak.
Apa itu setia? Bagi orang-orang muda, setia bisa diartikan tetap menjaga hubungan sepasang kekasih. Bagi anak-anak kecil, setia adalah tentang persahabatan, dan bagi orang-orang yang sudah berkeluarga, setia adalah tentang kualitas membina hubungan keluarga yang baik. Setia itu memiliki banyak makna dan tergantung di mana kesetiaan itu akan di tempatkan.
Ada dua pemuda yang sangat tekun dalam pelayanannya. Namun beberapa tahun kemudian ada banyak perkara yang membuat salah satu dari mereka harus mundur dari pelayanan dan memilih untuk berpindah tempat. Setia itu bukan hanya kita jalankan pada saat kita mendapatkan kebahagiaan saja. Kesetiaan itu harus tetap kita jaga walau situasi dan kondisi sangat buruk, bahkan ketika ada orang-orang yang mulai membenci kita.
Bertahan di dalam Tuhan adalah salah satu cara yang terbaik untuk menjaga kesetiaan. Di sinilah ujian kesetiaan yang sesungguhnya. Saat kita ingin berbuah, maka kita harus bertahan dalam menghadapi angin badai, hujan, panas, dan serangan hama. Karena itu, tetaplah fokus kepada mempelai laki-laki. Jangan biarkan hati dan pikiran kita mengarah kepada kekurangan atau kejelekan orang lain. Setiap manusia memiliki tanggung jawabnya sendiri kepada Tuhan. Oleh sebab itu mari kita lakukan yang terbaik dan tetap setia kepada mempelai laki-laki apapun itu kondisinya.
Penting sekali bagi kita untuk menjaga kesetiaan kepada Allah setiap hari dengan terus menjalin hubungan yang semakin erat dengan Kristus. Membaca Firman Tuhan dalam saat teduh dan tetap berdoa merupakan cara yang baik untuk menjalin hubungan yang erat dengan Allah. Belajarlah untuk menjaga kesetiaan kita kepada Allah setiap hari.
Penutup
Ketika kita menyadari akan status kita sebagai mempelai wanita Kristus, dalam rangka untuk menantikan pesta pernikahan mempelai laki-laki di Yerusalem baru ? Maka kita harus merespon dengan 1. Menjaga kesucian hidup. 2. Menjaga kesetiaan yang tulus. Sambi menantikan kedatangan Kristus kembali untuk menjemput kita mempelai wanitaNya.
( Ev. Gunaelson )