UNITY Requires MATURITY

02
Sep

UNITY Requires MATURITY
Efesus 4:13

Catatan: renungan hari ini, adalah dessert (hidangan penutup) dari khotbah kemarin minggu (28 Agt), dengan judul ‘UNITY in Our COMMUNITY’. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh, silakan jemaat mendengarkan khotbah kemarin minggu terlebih dahulu.

Bedu dan Budi, sedang nongkrong di WarKop langganan. Sejenak, datang pak RT bergabung dengan wajah kisutnya. “Wah, wah, pak RT..ada apa nih yang mengganggu pikiran?” tanya Bedu. “Begini, tadi ada warga yang berkunjung ke rumah, ada rencana ingin menikah. Tapi usia mereka masih 14 tahun.”, jawab pak RT. “Lah, masih bocah to!? Ntar kalau ada masalah, dikit-dikit minta cerai?”, timpal Budi.

Iya! Ketika bicara soal unity, tentu salah satu faktor utamanya adalah kedewasaan seseorang. Ketidakdewasaan seringkali menjadi alasan gagalnya seseorang dalam hubungan, termasuk itu komunitas persekutuan. Tidak heran, pemerintah memberikan batas usia minimal untuk menikah. Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, minimal 19 tahun. Satu batas usia yang dianggap sudah dewasa tentunya. Kalau masih bocah, masih sibuk berkutat dengan egonya masing-masing, tentu sulit mengusahakan kesatuan.

Bapak Ibu Saudara (BIS), demikian pula halnya ketika Paulus bicara soal unity di tengah community_ Efesus. Pasal 4 ayat 13 mencatat, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,” Kemudian diperjelas kembali di perikop sesudahnya (ay. 17-32), tentang “Manusia Baru”.

BIS, apakah kita rindu ada ke-SATU-an di tengah gereja kita? Mari, setiap kita terlebih dulu mengusahakan kedewasaan penuh di dalam Kristus.
Tanpa didahului kedewasaan,
Kesatuan hanyalah sebuah permukaan;
Tak akan lepas dari isu perpecahan.

Lagipula, kesatuan yang terbentuk hanya karena moralitas, tak ada bedanya dengan yang diajarkan oleh agama lainnya bukan?