Kesuksesan yang Menjerumuskan

10
May

Kesuksesan yang Menjerumuskan
(2 Tawarikh 26:3-5, 16-19)

Ev. Daniel Yudha

“Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN..” – 2 Tawarikh 26:16a

Setiap orang ingin mencapai keberhasilan di dalam hidupnya. Sejak kecil kita mengikut pendidikan dengan harapan dipersiapkan untuk nantinya terjun dalam dunia pekerjaan. Dan dengan demikian dapat mencapai cita-cita kita. Dan apabila ini terjadi, maka akan menimbulkan kebanggaan atas prestasi yang telah diraih. Akan tetapi kita perlu waspada. Karena dalam kondisi inilah manusia paling rentan jatuh di dalam dosa kesombongan seperti yang dialami oleh Raja Uzia.

Pada awal masa pemerintahannya, Raja Uzia taat pada Tuhan. Sehingga Tuhan membuat berhasil apa yang dilakukannya (ay. 4-5). Akan tetapi keberhasilannya tersebut membuat ia berubah. Dia menjadi seorang yang tinggi hati. Ia banyak melakukan hal yang merusak dan tidak taat pada aturan. Puncaknya adalah ketika ia melanggar aturan dalam membakar korban yang harusnya hanya boleh dilakukan oleh imam keturunan Harun (ay. 18). Meskipun telah mendapat teguran, namun Uzia tidak menghiraukan dan justru amarahnya meluap. Maka Tuhan menghukumnya dengan mmberikan tulah yaitu sakit kusta. Sakit ini membuat ia diasingkan sampai kepada hari kematiannya.

Kisah ini menjadi peringatan bagi kita. Kesuksesan dapat menjadi celah untuk merubah sifat seseorang ke arah negatif. Mudah sekali orang merasa lebih baik dari orang lain. Merasa di atas hukum dan tidak perlu ikut aturan seperti orang umumnya. Membuat seseorang memiliki derajat yang berbeda dengan orang lain. Kita harus senantiasa sadar bahwa Allah membenci kesombongan. Ia akan mendatangkan teguran bagi umat-Nya yang dikuasai kecongkakan. Amsal 16:5 – “Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman.” Kita harus waspada jangan sampai kesuksesan kita dipakai iblis untuk menjatuhkan kita.

Marilah kita senantiasa memiliki kerendahan hati. Kita tidak larut dalam kebanggaan diri. Kita sadar bahwa segala pencapaian atau prestasi kita semata-mata dari Tuhan dan hanya Dia yang layak menerima kemuliaan.

Dengan kerendahan hati kita tetap bersedia mendengar nasehat orang lain. Kita sadar kita orang yang tidak sempurna dan mau terus diajar. Orang yang rendah hati akan terus dipersiapkan untuk dipakai Tuhan dalam tanggung jawab yang lebih besar. Sedangkan orang yang dikuasai kesombongan hanya memupuk kehancuran dalam hidupnya. Amsal 18:12 – “Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan.”